PSIKOLOGI PERKEMBANGAN REMAJA
Mata Kuliah : Psikologi Umum I
Oleh : Kelompok 4
Siti Syafiqah Qani’ah Armaya S ( 161301083 )
Melisa Windi Tri Lestari ( 161301084 )
Rizki Hariani ( 161301089 )
Miranda Sianturi ( 161301099 )
Fourgareth Putri Tesalonika P ( 161301114 )
Nazira ( 161301117 )
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
penyusun mengucapkan syukur atas hidayah yang telah Allah SWT berikan sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah Psikologi Perkembangan, dengan judul “Psikologi
Perkembangan Remaja” sebagai pemenuhan tugas kelompok mata kuliah Psikologi
Umum I di Fakultas Psikologi,Universitas Sumatera Utara.
Dengan selesainya
makalah ini dengan segala kekurangannya, penyusun berharap makalah ini bisa
memberikan manfaat serta bertambahnya ilmu bagi kita semua. Semoga Allah berkenan
memberikan taufik dan hidayah-Nya untuk setiap langkah kita. Amin.
Medan, 20
September 2016
Penyusun,
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA
PENGHANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Masa Remaja
B. Perkembangan Fisik pada Masa
Remaja
C. Perkembangan Kognitif pada Masa Remaja
D. Perkembangan
Sosial-Emosional pada Masa Remaja
E.
Perkembangan Kesadaran Beragama
F.
Problema Remaja
G. Psikologi Positif dan Masa Remaja
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Manusia dalam hidupnya mengalami berbagai fase perubahan yang disebut
perkembangan, dimana perkembangan ini merupakan bertambahnya kemampuan manusia
secara fisik maupun psikis dan bersifat kualitatif. Seorang individu bisa
dikatakan berhasil ketika ia bisa melewati setiap fase dalam perkembangan itu
dengan menyelesaikan tugas perkembangannya. Dalam melewati setiap fase itu,
individu mungkin akan menghadapi hambatan baik itu dari aspek fisik, kognitif,
emosi, sosial maupun spiritual.
Dari seluruh fase yang terjadi selama rentang usia manusia tersebut, setiap
fase memiliki peranan penting yang akan mempengaruhi fase selanjutnya dalam
kehidupan. Pada makalah ini penyusun membatasi bahasannya pada perkembangan
pada masa awal pubertas atau sering disebut masa remaja. Jika pada masa kanak
kanak terjadi berbagai fase penting dimana mereka menduplikasi serta
mengaplikasikan secara langsung apa yang mereka lihat, maka pada masa remaja
juga merupakan fase penting yang merupakan fase awal mereka mencari idealisme
dan jati diri, pada masa ini pula terjadi proses pembentukan mental yang akan
mempengaruhi pandangan hidup.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan masa remaja?
2. Bagaimana perkembangan fisik pada masa remaja?
3. Bagaimana perkembangan kognitif pada masa remaja?
4. Bagaimana perkembangan sosial-emosional pada masa remaja?
5. Bagaimana kesadaran agama pada masa remaja?
6. Apa saja problema remaja?
7. Bagaimana Psikologi positif remaja?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Dapat mengetahui pengertian masa remaja
2. Menguraikan bagaimana perkembangan fisik, kognitif, sosial-emosional dan
kesadaran beragama pada masa remaja
3. Dapat mengetahui problema remaja serta psikologi positif remaja
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MASA REMAJA
Masa remaja (adolescence) adalah masa perkembangan yang merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang cukup luas: mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa ini dimulai sekitar usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18-21 tahun. Ada dua pandangan teoritis tentang remaja. Menurut pandangan teoritis pertama yang dicetuskan oleh psikolog Granville Stanley Hall “adolescence is a time of storm and stress”. Artinya, remaja adalah masa yang penuh dengan “badai dan tekanan jiwa”, yang ditandai dengan gejolak yang tak terelakkan , ketidakmampuan , ketegangan , pemberontakan , konflik ketergantungan , dan konformitas kelompok yang berlebihan. Pandangan ini kemudian diambil dan dipopulerkan oleh Anna Freud (1936) dan psikoanalis lainnya (Blos, 1962). Dilihat dari perspektif barat remaja mengalami perubahan yang cepat yang merestruktur identitas atau konsep diri diperlukan untuk pembentukan kepribadian individu. Aspek teori Hall untuk remaja telah melalui ujian waktu, tentang fokus pada remaja depresi yang mencari sensasi dan hubungan teman sebaya serta bagaimana perkembangan biologis selama masa pubertas mempengaruhi perilaku remaja.
Menurut pandangan teoritis kedua, masa remaja bukanlah masa yang penuh dengan
konflik seperti yang di gambarkan oleh pandangan yang pertama. Banyak remaja
yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya, serta mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan kebutuhan dan
harapan dari orangtua dan masyarakatnya. Bila di kaji, kedua pandangan tersebut
ada benarnya, namun sangat sedikit remaja yang mengalami kondisi yang
benar-benar extrim seperti kedua pandangan tersebut (selalu penuh konflik atau
selalu dapat beradaptasi dengan baik). Kebanyakan remaja mengalami kedua situasi
tersebut ( penuh konflik atau dapat beradaptasi dengan mulus) secara bergantian
( fluktuatif ).
B. PERKEMBANGAN FISIK
PADA MASA REMAJA
Dalam perkembangan remaja, perubahan yang tampak jelas
adalah perubahan fisik. Tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh
orang dewasa yang disertai dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Perubahan
fisik secara dramatis mewarnai masa remaja, terutama pada masa awal remaja. Perubahan besar fisik remaja
adalah yang melibatkan masa puber serta otak.
Penanda perubahan fisik pada masa remaja adalah pubertas (puberty)
yaitu masa saaat tulang-tulang tumbuh pesat dan kematangan seksual terjadi.
Sangat sulit menentukan kapan pubertas tersebut dimulai dan berakhir.
Terkecuali pada menarche (siklus menstruasi pertama wanita), atau mimpi basah
untuk pertama kali pada laki-laki mungkin dapat menjadi penanda dimulainya
pubertas. Pertumbuhan tinggi dan berat badan wanita 2 tahun lebih awal dari
pada anak laki-laki. Perubahan hormonal menjadi inti dari perkembangan pubertas.
Konsentrasi dari sejumlah hormon meningkat secara tajam selama masa puber (Dorn
et al 2006). Testosteron (testosterone), satu jenis androgen, diasosiasikan pada
anak laki-laki dengan perkembangan alat kelamin, peningkatan tinggi badan dan perubahan
suara. Estradiol, satu jenis estrogen, diasosiasikan dengan perkembangan buah
dada, rahim dan tulang pada anak perempuan. Dalam satu penelitian, tingkat
testoteron meningkat dua kali lipat pada anak perempuan namun meningkat 18 kali
lipat pada anak laki-laki selama masa puber. Begitu juga dengan estradiol yang
meningkat dua kali lipat pada anak
laki-laki namun meningkat 8 kali lipat pada anak perempuan (Nottelman et
al, 1987). Para psikologi perkembangan menyakini bahwa perubahan hormonal
bertanggung jawab atas sebagian naik turunnya emosi remaja (Archibald,Graber,
& Brooks-Gunn,2003; Graber,Brooks-Gunn,& Warren,2006). Namun hormon itu
sendiri tidak bertanggung jawab atas perilaku remaja(DeRose, Wright, &
Brooks-Gunn, 2006).
Otak merupakan
perubahan penting selama masa remaja karena berfokus pada awal perkembangan di
Amigdala, yang melibatkan emosi dan perkembangan selanjutnya pada korteks
prefrontal, bagian tertinggi otak yang melibatkan penalaran dan pengambilan
keputusan. Para ahli saraf dan psikologi perkembangan yang mempelajari remaja
berkesimpulan, perubahan-perubahan pada otak mungkin dapat menjelaskan mengapa
remaja sering menunjukkan emosi yang sangat kuat, tetapi belum dapat mengontrolnya.
Maka remaja mungkin memiliki kekurangan dalam hal kemampuan kognitif mereka
untuk mengendalikan pencarian kepuasan secara efektif. Ketidakseimbangan ini
mungkin yang bertanggung jawab atas peningkatan pengambilan resiko serta
beragam masalah lain pada remaja (Steinberg, 2005,2006,2007).
C. PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA MASA REMAJA
Remaja melewati perubahan kognitif yang signifikan (Keating, 2004;
Khun & Franklin, 2006) salah satunya adalah tahap Piaget menjadi pemikiran
formal operasional. Perubahan lainnya berhubungan dengan egosentrisme remaja.
1. Tahap Formal Operasional Piaget
Menurut perkembangan kognitif yang dibuat oleh
Jean Piaget, seorang remaja telah beralih dari masa konkrit-operasional ke masa
formal-operasional. Pada masa konkrit-operasional, seseorang mampu
berpikir sistematis terhadap hal-hal atau obyek-obyek yang bersifat konkrit,
sedang pada masa formal operasional ia sudah mampu berpikir se-cara sistematis
terhadap hal-hal yang bersifat abstrak dan hipotetis. Pada masa remaja,
seseorang juga sudah dapat berpikir secara kritis.
Hal ini ditandai dengan
pemikiran yang abstrak, idealis, dan logis.
Kualitas abstrak dari pemikiran di tingkat formal operasional menjadi nyata
pada kemampuan pemecahan masalah verbal baru dari remaja. Indikasi lain
pemikiran abstrak pada pemikiran remaja adalah peningkatan kecenderungan untuk
memikirkan mengenai pemikiran itu sendiri. Pemikiran formal operasional juga
dipenuhi idealisme dan kemungkinan-kemungkinan. Anak-anak sering berfikir
secara konkret atau dengan cara yang nyata dan terbatas. Tidaklah aneh bila
remaja menjadi tidak sabar dengan hal-hal ideal yang baru mereka temukan. Akan
tetapi mereka akan mengalami kebingungan antara hal ideal apa yang akan ia
anut.
Pada saat yang
sama ketika remaja mulai berpikir lebih abstrak dan idealis, mereka juga mulai
berpikir logis tentang masalah dan pemecahannya yang memungkinkan. Penalaran hipotesis
deduktif ini, merujuk pada kemampuan untuk membangun hipotesis atau tebakan
terbaik, mengenai cara-cara untuk memecahkan masalah dan menyimpulkan cara
terbaik untuk menyelesaikan masalah. Tidak semua remaja terlibat dalam
pemikiran formal operasional, terutama hipotesis deduktif (Khun &
Franklin,2006; Wigfild, Brynes, &eccles,2006). Beberapa remaja dan orang
dewasa tetap berada pada tahap konkret operasional Piaget.
2. Egosentrisme Remaja (adolescent egocentrism)
Menurut David Elkind egosentris remaja memiliki dua
komponen kunci yaitu :
1. Imaginary audience, adalah keyakinan remaja bahwa orang lain tertarik terhadap mereka seperti
mereka tertarik kepada dirinya sendiri, akibatnya mereka
sering melakukan tindakan yang memancing perhatian dari orang lain.
2. Personal Fable, adalah perasaan dirinya memiliki
keunikan dan tidak terkalahkan, dan membuat tingkat percaya diri mereka
melonjak serta menimbulkan perasaan bahwa dirinya kebal terhadap semua keadaan
berbahaya, hal ini menarik remaja untuk melakukan kegiatan
beresiko, seperti balapan, menggunakan narkoba dsb. Perasaan memiliki keunikan
ini juga membuat remaja berpikir tidak ada yang bisa mengerti dirinya selain
dia sendiri.
Aspek dari
egosentrisme remaja yang dapat menimbulkan kerusakan paling besar adalah rasa kekebalan. Rasa kekebalan yang ia miliki menyebabkan dirinya
bertindak dengan cara yang berisiko tinggi. Salah satu hal positif, rasa
kekebalan remaja juga mendorongnya untuk bertindak berani dalam menolong orang
lain pada saat situasi bahaya.
D. PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSIONAL PADA MASA REMAJA
Peningkatan
pemikiran abstrak dan idealis pada masa remaja menjadi dasar untuk mencari
identitas diri sendiri. Teori Erikson membahas bagaimana remaja mencari
identitas mereka.
1.Teori
Erikson dan Perkembangan Identitas
Erik Erikson menyebutkan
bahwa pencarian identitas selama remaja dibantu oleh moratorium psikososial
yang melewati delapan tahap. Teori Erik
Erikson yang menyatakan gagasan tentang pembentukan identitas selama masa
remaja merupakan sumbangan terbesarnya bagi ilmu psikologi. Tahapan ini
mengubah cara pikir kita tentang remaja (Kroger, 2007). Erikson mendorong kita
untuk melihat remaja sebagai makluk yang didorong oleh hormon saja, namun juga
sebagai individu yang mencari siapa diri mereka dan mencari tempat di dunia
ini.
Teori Erikson ditandai dengan
perhatian utama pada tahap kelima dari perkembangan sosial-emosional, yaitu identity
versus identity confusion. Dalam mencari identitas
(identity), remaja menghadapi tantangan untuk menemukan siapa mereka, apa peran
mereka dan kemana mereka akan pergi di dunia ini. Remaja dihadapkan dengan
banyak peranan baru dan status dewasa baik dari segi pekerjaan maupun
percintaan. Bila mereka tidak mencari identitas mereka yang cukup pada tahap
ini, maka mereka akan mengalami kebingungan mengenai siapa mereka. Menurut
Erikson, orangtua harus mengizinkan remaja untuk menggali beragam peran dan
jalan, serta tidak memaksakan identitas tertentu pada mereka.
Erikson menjelaskan masa remaja
sebagai masa penangguhan. Masa penangguhan adalah celah
pada waktu dan pada perkembangan pikiran antara keamanan pada masa kanak-kanak
dengan kemandirian pada masa dewasa. Remaja yang menggunakan masa
penangguhan ini untuk mencari alternatif-alternatif, akan dapat mencapai
beberapa resolusi dari krisis identitas,dan muncul dengan pengertian akan
dirinya sendiri yang baru dan dapat diterima. Mereka yang tidak berhasil menyelesaikan
krisis ini akan mengalami kebingungan, yang disebut Erikson sebagai identity confusion.
Erikson memperhatikan bahwa remaja ingin memutuskan bagi diri
mereka sendiri berbagai permasalahan, seperti karier yang ingin mereka kejar,
apakah mereka akan kuliah di perguruan tinggi, atau apakah mereka akan menikah.
Mereka ingin membebaskan diri mereka dari kendali orangtua mereka dan orang
dewasa lainnya serta membuat keputusan mereka sendiri. Pada saat yang sama
banyak yang takut mengambil keputusan yang salah, dan kemudian gagal. Pada
beberapa kasus, masalah sebenarnya terletak pada ketidaksadaran remaja akan
kemampuan kognitif mereka yang tengah berkembang. Satu cara untuk mereka mengejar identitas secara efektif
adalah berkembangnya keabstrakan dan logika dalam pemikiram mereka, yang
artinya mereka dapat bernalar dengan lebih berpengalaman.
2. Status Identitas
James
Marcia (1980, 2002) mengajukan konsep status
identitas (identity status) untuk menjelaskan posisi seseorang dalam
perkembangan sebuah identitas. Dalam pandangannya terdapat 2 dimensi yang
penting. Eksplorasi (exploration) merujuk
pada pencarian berbagai pilihan karier dan nilai personal seseorang. Komitmen (commitment) melubatkan
pengambilan keputusan tentang jalur identitas mana yang akan ia ambil dan
melakukan investasi pribadi untuk mencapai identitas tersebut.
Beragam kombinasi
atas penjelajahan dan komitmen memunculkan satu dari empat status identitas :
·
Identity diffussion: sesorang
belum mencari alternatif-alternatif yang berarti dan belum membuat komitmen.
Banyak remaja muda yang memiliki status identitas difusi(tidak jelas). Mereka
belum memulai untuk mencari pilihan karier yang berbeda-beda dan nilai
personal.
·
Identity foreclosure:
Seseorang sudah membuat komitmen pada sebuah identitas sebelum mencari pilihan
lain. Misal, seorang remaja ingin menjadi polisi karna hal itu yang diinginkan
orang tuanya daripada mencari pilihan lain ia memutuskan untuk mengikuti keinginan
orangtuanya.
·
Identity moratorium:
Seseorang mencari jalur alternatif, tetapi belum membuat komitmen.
·
Identity achievement:
Seseorang telah mencari jalur-jalur alternatif dan membuat komitmen.
3. Identitas Etnis
Seiring dengan kematangan mereka secara kognitif, banyak remaja
semakin sadar akan penilaian atas kelompok etnis mereka dari sebagian besar
budaya. Sekali pun tampaknya menjadi anggota dari kelompok etnis minoritas
membuat hidup mereka lebih tertekan, penilitian telah menunjukkan bahwa memiliki
identitas etnis yang kuat dapat menjadi sandaran penghalang bagi remaja atas
dampak diskriminasi (Sellers &Shelton, 2003;Sellers et al, 2006). Baik pada remaja minoritas ataupun
mayoritas, mengembangkan identitas positif merupakan tema kehidupan yang
penting (Kroger, 2007; Phinney,2006).
Pada umumnya remaja bersifat emosional. Emosinya berubah menjadi labil.
Menurut aliran tradisionil yang dipelopori oleh G. Stanley Hall, perubahan ini
terutama disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada kelenjar-kelenjar
hor-monal. Namun penelitian-penelitian ilmiah selanjutnya menolak pendapat ini.
Sebagai contoh, Elizabeth B. Hurlock menyatakan bahwa pengaruh lingkungan
sosial terhadap perubahan emosi pada masa remaja lebih besar artinya bila
dibandingkan dengan pengaruh hormonal. Apabila
lingkungan tersebut cukup kondusif, dalam arti kondisinya diwarnai oleh
hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh
tanggung jawab, maka remaja cenderung dapat mencapai kematangan emosionalnya.
Sebaliknya, apabila kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan
kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orangtua atau pengakuan dari
teman sebaya, mereka cenderung akan mengalami kecemasan, perasaan tertekan atau
ketidaknyamanan emosional.
Pada
masa remaja berkembang “social cognition”
, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Pemahaman ini, mendorong remaja
untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman
sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan (pacaran). Pada
masa ini juga berkembang sikap “conformity”
, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai,
kebiasaan, kegemaran (hobby) atau
keinginan orang lain (teman sebaya).
Orangtua dan Teman Sebaya merupakan pengaruh terbesar pada perkembangan remaja. Salah satu
tugas perkembangan yang penting bagi remaja adalah kemampuan untuk membuat
keputusan yang kompeten dengan cara yang semakin mandiri (Collins &
Steinberg,2006). Dan peranan orang tua yang paling penting adalah dengan
menjadi manajer yang efektif untuk mebantu remaja mencapai potensi mereka.
Dengan cara mampu menemukan informasi, melakukan kontak, membantu menyusun
pilihan, dan memberikan pengarahan.
Aspek penting
peran menejer yang dijalankan orangtua adalah pengawasan efektif terhadap
remaja. Selama masa remaja, individu lebih banyak menghabiskan waktu bersama
teman sebaya dibandingkan ketika mereka masih kecil. Pengaruh dari teman sebaya
dapat berupa positif maupun negatif (Rubin, Bukowski, & Parker, 2006).
Salah satu kunci dalam memiliki hubungan teman yang positif adalah dengan
memiliki satu atau lebih sahabat karib. Remaja dapat belajar menjadi rekan yang
terampil dan peka dengan menjalin persahabatan yang akrab bersama beberapa sahabat
tertentu.
E.
PERKEMBANGAN KESADARAN BERAGAMA
Karena
pandangan terhadap Tuhan atau agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan
berpikir, maka pemikiran remaja tentang Tuhan berbeda dengan pemikiran anak.
Berkembangnya kesadaran atau keyakinan beragama, seiring dengan mulainya remaja
menanyakan atau mempermasalahkan sumber-sumber otoritas dalam kehidupan,
seperti pertanyaan “Apakah Tuhan Maha Kuasa, mengapa masih terjadi penderitaan
dan kejahatan di dunia ini?”
1.
Masa Remaja
Awal (sekitar usia 13-16 tahun)
Pada
masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat, sehingga memungkinkan terjadinya
kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekhawatiran. Bahkan, kepercayaan agama yang
telah tumbuh pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan.
Kegoncangan
dalam keagamaan ini mungkin muncul, karena disebabkan oleh faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal berkaitan dengan matangnya organ seks, yang
mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, di sisi lain ia tahu
bahwa perbuatannya itu dilarang oleh agama. Kondisi ini menimbulkan konflik
pada diri remaja. Faktor internal lainnya adalah bersifat psikologis, yaitu
sikap independen, keinginan untuk bebas, tidak mau terikat oleh norma-norma
keluarga (orangtua).
2.
Masa Remaja
Akhir (17-21 tahun)
Secara
psikologis, masa ini merupakan permulaan masa dewasa, emosinya mulai stabil dan
pemikirannya mulai matang (kritis). Remaja sudah dapat membedakan agama sebagai
ajaran dengan manusia sebagai penganutnya. Pengertian ini memungkinkan dia
untuk tidak terpengaruh oleh orang-orang yang mengaku beragama, namun tidak
melaksanakan ajaran agama atau perilakunya bertentangan dengan nilai agama.
F.
PROBLEMA REMAJA
Remaja
sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah
kematangan atau kemandirian. Proses perkembangan itu tidak selalu berjalan
dalam alur yang linier, lurus atau
searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut, karena banyak
faktor yang menghambatnya.
Faktor penghambat ini bisa bersifat internal dan eksternal. Faktor
penghambat yang bersifat eksternal adalah yang berasal dari lingkungan. Iklim
lingkungan yang tidak sehat tersebut, cenderung memberikan dampak yang kurang
baik bagi perkembangan remaja dan sangat mungkin mereka akan mengalami kehidupan
yang tidak nyaman, stres atau depresi. Dalam kondisi seperti inilah, banyak
remaja yang meresponnya dengan sikap dan perilaku yang kurang wajar dan bahkan
amoral, seperti kriminalitas, meminum minuman keras, penyalahgunaan obat
terlarang, tawuran dan pergaulan bebas. Permasalahan yang sering terjadi adalah
kenakalan pada remaja. Kenakalan remaja adalah ketika seorang remaja melanggar
hukum atau terlibat dalam perilaku yang dianggap ilegal. Tingkat kenakalan
diantara kelompok minoritas dan kelompok pemuda dengan status sosio-ekonomi
tercatat lebih rendah . kenakalan remaja bisa disebabkan oleh :
• Pola asuh yang
tidak sesuai
• Hereditas /
keterunan
• Lingkungan teman
sebaya
• Faktor kognitif
seperti rendahnya kontrol diri dan kurangnya intelegensi
• Label dari
masyarakat.
G. PSIKOLOGI
POSITIF DAN MASA REMAJA
Masa remaja lebih
tepatnya dilihat sebagai masa umtuk melakukan evaluasi, saatnya mengambil
keputusan dan waktu untuk berkomitmen bagi orang muda dalam menetapkan
tempatnya di dunia (Hunter & Csikszentmihalyi, 2003; Kroger,2007).
Merupakan kesalahan besar untuk keliru melihat antusiasme remaja dalam mencoba
identitas-identitas baru dan menikmati perilaku di luar kebiasaan sebagai suatu
tindakan permusuhan terhadap orangtua dan masyarakat. Hal penting dalam
perkembangan remaja adalah dukungan jangka panjang dari orang dewasa yang
benar-banar peduli pada mereka(Benson, 2007; Sillbereisen & Lerner, 2007).
Sebagai bukti
bahwa sebagian besar remaja berkembang dengan lebih positif dibandingkan yang
diyakini, pertimbangkanlah penilitian yang dilakukan Daniel Offer dan
koleganya(1988) yang mengambil sampel atas citra diri pada remaja di dunia.
Sekitar 3 dari 4 remaja memiliki citra diri yang sehat. Kebanyakan dari mereka
bahagia dan menikmati hidup,dan percaya bahwa mereka mampu melakukan coping secara efektif terhadap stress.
Mereka menghargai sekolah dan pekerjaan.
Reed Larson (2000,
2007) berpendapat bahwa remaja memerlukan lebih banyak kesempatan untuk
mengembangkan kapasitas mereka dalam inisiatif yang akan menjadikan mereka
lebih termotivasi diri dan memperbesar usaha dalam mencapai tujuan yang
menantang.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masa remaja adalah
masa perkembangan yang merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa.
Masa remaja ditandai dengan adanya banyak perubahan pada anak, dari mulai
perubahan fisik, perubahan kognitif yang menunjukkan kemajuan cara berpikir
remaja serta perubahan sosio-emosi yang berpengaruh besar terhadap kondisi
kejiwaan remaja tersebut.
B. SARAN
Dalam perkembangan
remaja merupakan salah satu perjalanan yang bisa mempengaruhi dalam
kehidupannya, oleh sebab itu butuh arahan serta didikan agar bisa melewati
masa-masa transisi itu dengan baik dalam fisik maupun psikis sehingga bisa
mengatasi dan mengaplikasikan perubahan-perubahan itu dalam kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
King, A. Laura (2010). Psikologi Umum. Jakarta :
Salemba Humanika.
0 komentar:
Posting Komentar